Pada artikel sebelumnya kita sudah membahas dua ketentuan penting yang harus dipindahkan oleh pembeli, yaitu pemindahan kepemilikan dan manfaat dan kerugian barang. Pada artikel ini kami akan membahas ketentuan ketiga, keempat, dan kelima yaitu:
1. Menjual Kembali (resale)
Di antara konsekuensi dari kepemilikan barang, pembeli berhak menggunakan barang yang telah ia beli, termasuk dengan cara menjualnya kembali. Hanya, ada tiga pantangan yang harus dihindari pada penjualan kembali barang yang telah Anda beli.
Pantangan Pertama: Jangan Menjual Kembali Kepada Penjual
Dalam beberapa kesempatan, dikarenakan suatu alasan pembeli menjual kembali kepada penjual. Penjualan kembali kepada penjual pertama tentu menimbulkan tanda besar, mengapa dan apa untungnya? Karena itu, wajar bila Islam mewaspadai praktik-praktik semacam ini. Secara umum, menjual kembali kepada penjual pertama memiliki setidaknya dua kemungkinan:
a. Membeli dengan pembayaran terutang dan menjual kembali dengan pembayaran tunai. Bila kemungkinan ini yang terjadi, maka praktik semacam ini merupakan celah nyata terjadinya praktik riba. Betapa tidak, biasanya penjual pertama menjual dengan harga lebih mahal, kemudian membeli kembali dengan harga yang lebih murah karena pembeliannya dengan cara tunai. Dan praktik semacam ini disebut dengan jual beli inah yang nyata-nyata terlarang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Bila kaliant elah berjual beli dengan cara inah, sibuk dengan peternakan sapi, puas dengan pertanian, dan meninggalkan jihad, niscaya Allah menimpakan kehinaan kepada kalian. Dan Allah tidak akan mengangkat kehinaan itu dari kalian hingga kalian kembali ke jalan agama kalian.” (HR Dawud)
b. Hadis di atas juga mengisyaratkan bahwa bila penjualan kembali dengan pembayaran tunai atau terutang dengan harga yang sama atau lebih mahal dari harga penjualan pertama, maka tidak mengapa. Yang demikian itu dikarenakan kekhawatiran adanya praktik riba tidak terwujud, sehingga tidak ada alasan untuk melarang penjualan ini. Hal ini selaras dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:
“Barangsiapa melakukan dua akad penjualan dalam satu transaksi jual beli, maka ia harus menggunakan harga yang termurah, bila tidak maka ia telah terjerumus dalam praktik riba.” (HR Abu Dauwd)
Pantangan Kedua: Menjual Kembali di Tempat Penjual Pertama
Barang yang Anda beli pada dasarnya telah menjadi milik Anda, sehingga idealnya Anda harus bertanggung jawab penuh atas segala yang terjadi padanya. Keuntungan menjadi milik Anda, dan sebaliknya, kerugian pun Anda yang menanggungnya sebagaimana telah dijelaskan di atas. Namun, kadang kala karena keinginan untuk memperkecil risiko, maka sebagian pedagang melakukan penjualan kembali barang yang telah ia beli sedangkan barang tersebut masih berada di tempat penjual pertama.
Anda bisa tebak, siapakah yang rela membeli barang dari Anda, sedangkan Anda dan juga barang yang Anda jual masih berada di tempat penjual pertama. Secara logika, apa untungnya membeli dari Anda, padahal pembeli mampu membeli langsung dari penjual pertama. Anda bisa tebak, siapakah yang rela membeli barang dari Anda, sedangkan Anda dan juga barang yang Anda jual masih berada di tempat penjual pertama. Secara logika, apa untungnya membeli dari Anda, padahal pembeli mampu membeli langsung dari penjual pertama.
Dengan merenungkan hal ini, Anda dapat melihat bahwa pada praktik semacam ini, yaitu menjual kembali padahal barang masih berada di tempat penjual pertama terdapat celah terjadinya praktik riba. Biasanya yang sudi membeli dari penjual kedua sedangkan ia calon pembeli telah sampai di tempat penjual pertama adalah orang yang tidak mampu melakukan pemabayaran tunai. Dengan demikian, sejatinya penjual kedua hanya sebatas mengutangi sejumlah uang kepada pembeli kedua, dan kemudian penjual kedua mendapatkan keuntungan dari piutang tersebut.
Pantangan Ketiga: Menjual Sebelum Menerima Barang
Di antara hal yang harus Anda waspadai sebelum Anda menjual kembali barang pembelian Anda ialah keberadaan barang tersebut. Bila barang yang Anda beli belum Anda terima, karena masih dalam proses pengiriman atau bahkan sedang dalam proses produksi, maka Anda tidak dibenarkan untuk menjualnya kembali sampai barang itu benar-benar tiba di tangan Anda. Yang demikian itu demi menutup berbagai celah praktik-praktik riba. Anda bisa bayangkan, bila pembeli dibenarkan menjual kembali sebelum menerima barangnya, maka pembeli selanjutnya pun akan melakukan hal yang serupa dan demikian seterusnya. Dan bila ini telah terjadi, maka sudah dapat Anda tebak, praktik-praktik riba tidak dapat dihindarkan. Praktik riba yang berupa uang melahirkan uang tanpa ada pergerakan barang atau jasa.
4. Tidak Dapat Membatalkan Penjualan atau Pembelian
Di antara konsekuensi akad jual beli ialah kedua belah pihak tidak dapat membatalkan akad yang terjadi antara mereka tanpa izin pihak kedua. Hal ini berlaku selama tidak ditemukan cacat atau tindak kecurangan. Allah Ta’alaberfirman: “Wahai orang-orang yang beriman penuhilah setiap akad-akad itu.” (QS. Al-Maidah: 1)
5. Bebas Menentukan Harga Jual
Di antara konsekuensi atas kepemilikian Anda terhadap suatu barang yang telah Anda beli, maka Anda berhak menentukan berapa pun harga jualnya. Sebagaimana Anda pun bebas memasang batas nilai keuntungan yang Anda kehendaki diarinya. Yang demikian itu karena tidak ditemukan satu dalil pun yang membatasi nominal keuntungan yang boleh Anda pungut. Bahkan dalil-dalil yang ada mengindikasikan bahwa Anda bebas memasang target keuntungan yang Anda suka.
Sumber artikel: pengusahamuslim.com dan redaksi
Sumber gambar: flickriver.com








Belum ada komentar untuk "Hukum-hukum Umum Seputar Akad Jual-Beli II"
Posting Komentar