Postingan Populer

Antara Media Sosial dan Jurnalisme

media literasi

Ilmu Komunikasi - Berita Komunikasi

Media sosial dengan jurnalisme memang dua hal yang berbeda. Namun keduanya mempunyai fungsi yang sama yaitu menyajikan informasi. meski seringkali konteks keduanya cukup berbeda.

Hampir 2/3 pengguna internet di seluruh dunia mengunjungi media sosial seperti Facebook dan Twitter, dengan melupakan koran untuk mencari informasi. Selain itu, 51 persen orang yang berusia 18 hingga 24 tahun percaya bahwa media sosial lebih cepat menyajikan berita terkini daripada media mainstream.

Disampaikan oleh Wakil Pemimpin Redaksi Akhmad Kusaeni pada Seminar Nasional Media Literasi pada Era Digital yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di Jakarta, Kamis (12/7/2012).

Tapi, lanjut Ahmad, keduanya punya karakter yang berbeda. “Media sosial hanya menyajikan rumor, sedangkan media mainstream menyampaikan kebenaran melalui konfirmasi, verifikasi dan investigasi,” katanya.

Berita adalah informasi yang diolah dengan semangat dan keterampilan profesionalisme wartawan dengan tujuan mengabdi kepada publik. “Apabila media mainstream mempertahankan kebenaran tersebut, maka mereka akan tetap hidup. Karena pengguna media sosial akan tetap mencari kebenaran melalui media yang selama ini mereka percaya,” imbuh Akhmad.

Apakah media sosial mengancam keberadaan media mainstream? “Kalau orang bilang media sosial ancaman bagi media mainstream, jawabannya bisa ya bisa tidak,”  kata pendiri detik.com Budiono Darsono.

Menurutnya, kehadiran media sosial justru menjadi tantangan bagi wartawan dan perusahaan-perusahaan media. Bisa jadi ini bukan ancaman, karena ketika dulu radio dianggap akan mematikan media cetak, ternyata terbukti tidak benar. “Hingga kini koran masih dinikmati para pembaca setianya,” kata Budiono.

Media sosial seperti Twitter, lanjutnya, sebagai sarana percakapan semua orang tentang berbagai hal yang benar maupun yang belum tentu benar. Untuk itulah, informasi yang didapat dari media sosial dapat dipakai sebagai referensi awal dalam membuat berita.

Media sosial dapat dimanfaatkan media mainstream untuk memantau dan mengoreksi berita.  “Tidak itu saja, media sosial juga bisa memakmurkan perusahaan-perusahaan media mainstream. Contohnya, tentu saja, detik.com. Satu twit iklan di detik.com itu dijual Rp20 juta," katanya.

Sementara itu, CEO Kompas Gramedia Agung Adi Prasetyo optimistis internet tidak akan memusnahkan industri media. “Kini yang menjadi pesaing media cetak secara nyata adalah media televisi, radio, dan media digital,” katanya.

Kekuatan media cetak, lanjut Agung, hingga kini masih dipersepsi sebagai trusted media dan sumber informasi kredibel. Dan yang mesti dilakukan dalam menjawab tantangan media sosial agar tetap bertahan adalah selalu kreatif baik dari sisi konten maupun bisnis. “Caranya, dengan investasi pada pre-press dan percetakan serta kreatif premium dan inovasi redaksi, “ kata Agung.

Sementara itu, Chief Editor PlazaMSN Wicaksono menyebutkan media mainstream tak bisa melepaskan diri dari perkembangan internet. “Karena internet menjadi sumber berbagai informasi bagi masyarakat dunia,” katanya.

Kini dan seterusnya, lanjut Wicaksono, semua orang bahkan dapat menyampaikan informasi terkini secara bebas melalui media sosial dalam satu wadah yang bernama jurnalisme warga (citizen journalism). “Mungkin banyak informasi "sampah" di media sosial, tapi bisa jadi banyak juga informasi yang benar,” imbuhnya.

Seminar yang berlangsung dua sesi itu membahas Media Literasi pada Era Digital, Kontradiksi antara Jurnalisme dan Sosial Media. Apapun pembicara padsa sesi pertama adalah Dahlan Iskan (Ketua Serikat Perusahaan Pers), Akhmad Kusaeni (Wakil Pemimpin Redaksi Kantor Berita Antara), Enda Nasution (Blogger), Hanny Kusumawati (Maverick).

Sementara itu pada sesi kedua menghadirkan Agung Adi Prasetyo (CEO Kompas Gramedia), Budiono Darsono (Detik.com), Wicaksono ‘Ndoro Kakung’ (Chief Editor PlasaMSN), dan Arya Mahendra Sinulingga (MNC Media).

Dari seminar yang diselenggarkan AJI Indonesia dalam rangka ulang tahunnya yang ke-18 itu media sosial dan jurnalisme sebaiknya bersinergi dan saling melengkapi. Agar tetap terpercaya,  media mainstream harus menjaga kredibilitas jurnalistiknya. Mereka hanya dapat bertahan di tengah media sosial yang semakin digemari, dengan tetap mengelola integritas dan konsistensinya dalam menyampaikan informasi.***
Foto: Mahdi Muhammad/AJI Indonesia

Presentasi para pembicara: 1. Akhmad Kusarni, Wakil Pemimpin Redaksi Antara
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori berita jurnalistik / ilmu komunikasi / info komunikasi / media sosial dan jurnalisme / News dengan judul Antara Media Sosial dan Jurnalisme. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://berita-ku.blogspot.com/2012/07/antara-media-sosial-dan-jurnalisme.html. Terima kasih!
Ditulis oleh: Rumput Liar - Jumat, 20 Juli 2012

Belum ada komentar untuk "Antara Media Sosial dan Jurnalisme"

Posting Komentar